Kamis, 08 Maret 2012

MEMILIKI CINTA SEJATI 
Senyum dipagi hari, mengikis kegelisahan hati nan lama menyepi. Begitu terasa sejuk membelai jiwa, membangunkan raga untuk kembali melangkah. 
Suasana yang begitu terasa syahdu, diiringi belaian sang surya yang begitu ikhlas bersinar. Berbagi cahyanya kepadaku. Menolongku untuk kembali lagi bangun dan melupakan asa masa lalu. Sesaat mungkin akan teringat padanya, dia yang pernah singgah dihatiku karena sebuah mimpi. Mimpi yang datang tanpa permisi dan sekian lama tak kan mau pergi lagi. Mimpi yang berawal dari kata “kamu sedang apa” dan kini berakhir dengan kata “maafkan aku”. 
Aku tak bisa jujur atas perasaan ini, meski kadang tersiksa. Biarlah aku dan Allah yang mengetahui semua ini. Terasa sakit memang, tapi biarlah ini menjadi rahasiaku dengan Allah. Seorang pemuda yang tulus hatinya, lembut perangkainya, cakap tutur katanya, dan yang pasti baik akhlaknya. Tak bisa dielakkan lagi, memang dia istimewa. 
Awalnya aku tak begitu akrab dengannya, tak pernah memeperhatikannya meski dia ada di dekatku, tak peduli dia berbuat apa untukku. Seiring berjalannya waktu, semakin kami lama dalam kebersamaan, semakin lama pula hatiku merasakan perasaan berbeda ketika dengannya. Entah, dinamakan apa perasaan ini. Berawal dari malam yang begitu dingin, yang akhirnya membawaku terlelap dalam tidur yang lelap. Dan membawa mimpi itu hadir menghiasi tidur lelapku. 
Hmm... setidaknya itu hadir mengisi hati dan sempat menguasai hatiku, sebentar.... tidak juga, lama.... hitungan bulan hingga sampai sekarang... Aku tak kan bisa melupakannya, walau dalam mimpi, tapi begitu membekas. Setidaknya sebagai penghias hatiku ..haha Setiap messages dari dia, hatiku berdebar kencang. Seakan ingin lepas, tidak juga. Hiperbola. Tapi perasaan beda selalu hadir dalam event itu. Hmm.... apa juga yang harus kulakukan, biarlah..... ini menjadi kenangan. 
 *** 
“Dooorrrr.................( tiba-tiba salah satu sahabatku datang menegurku ketika aku sedang merangkai kata-kata curahan hatiku yang membuatku merasakan cinta pada pandangan pertama....ha.ha.) kamu lagi apa? Tumben pagi-pagi gini dah dateng.” 
“Hmm(kuhela nafasku panjang ..) gak papa kok” 
“Kamu itu selalu jawab gitu kalo aku tanya....ya sudahlah.... biarlah hidupmu menjadi rahasiamu....” Temanku selalu mengeluarkan kalimat itu di akhir pembicaraannya denganku. Karena aku, iya aku yang selalu menutup diri dari lingkunganku. Karena biarlah aku dan Allah yang tahu rahasiaku. 
Dia datang! Lagi-lagi kurasakan getaran itu. Iya, dia satu kelas denganku sejak kelas satu di SMA ini.
Entah, aku juga tidak berharap dia akan menjadi teman sekelas denganku. Tapi ya, aku tetap tidak tahu. Semuanya udah menjadi rahasia Alloh. Sejujurnya aku tidak suka merasakan hal ini. Tapi lagi-lagi kembali kepada Alloh, berawal dan berakhir untuk Alloh. 
Semakin mendekat kepadaku, melangkah disampingku, semakin kencang hatiku merasakan getaran itu. Entah, hingga aku tak bisa mengendalikan perasaanku. Keringat dinginpun mengalir disela-sela pori-pori kulitku, masih pagi tapi sudah gembrobyos(dalam bahasa jawa). Aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Keyboard laptopku pun semakin basah karena keringat dari tanganku. 
“Hhhuuuhhhh (kuhela nafasku panjang, biar aku tak kelihatan grogi didepannya). Aku telah berusaha menutup-nutupinya, tapi ketika dia mengambil tempat duduk dibelakangku. Semakin aku tak bisa mengendalikan perasaanku lagi. Hingga aku akhirnya berlari meninggalkan laptopku menuju kamar mandi, meskipun saat itu jam pertama udah berdering. Detak jantungku yang semakin menglimaks perlahan-lahan mereda. Air matapun tiba-tiba mengalir disela-sela pori-pori pipiku. 
*** 
“Dooooooooooooorrrrrrrrrrrrrrrr (salah satu teman satu fakultas denganku, tiba-tiba mengagetkanku ketika aku sedang mencurahkan perasaanku dibawah pohon ditaman kampus).” 
Sekarang aku sudah kuliah semester 7 disalah satu perguruan tinggi dijakarta. Aku juga tidak pernah membayangkan hal ini. Awalnya aku tak sedikitpun membayangkan aku bisa kuliah disini. Awalnya aku hanya mendaftar di universitas yang “dia” juga mendaftar, tapi karena salah satu keisenganku. 
Ternyata aku diterima di universitas yang tak sedikitpun aku membayangkan bahwa aku akan diterima disitu. Yang ada dibenakku hanyalah, kuliah di universitas sama dengannya. Entahlah, yang ada dibenakku hanyalah bisa melihatnya mesti aku tak akan memilikinya. 
 “Apa-apan sih .. ngagetin aja hobinya ..” “Kamu itu, gak pernah lepas dari taman ini, setiap datang pasti tujuanmu ditaman ini.” 
“Hhmm ..” Iya itu teman baruku di universitas ini. Dia orangnya baik, anak orang kaya tapi sederhana. Dia mau berteman dengan siapa saja, yang pasti dengan orang yang baik-baik. 
***
Semester terakhir, skripsi sudah mulai ku kerjakan, dan tidak terasa hari ini aku sudah mau wisuda. Dan diluar skenarioku, aku berjumpa dengan “dia”. Ternyata selama ini dia juga kuliah satu universitas denganku. Cuma kami berbeda fakultas. 
“Hai......sarah....selamat ya...kamu satu-satunya mahasiswa yang mendapatkan IPK 4,00.” Kata dari Ayas, dialah orang yang sejak dari SMA, yang selalu hadir di mimpiku. Dan menjadi penguasa hatiku. Aku tidak bisa berkutik apa-apa ketika dia hadir dihadapanku. Aku jadi salah tingkah dan menjadi tak berdaya mengalahkan perasaan hatiku. Aku hanya bisa tersenyum menyambut kalimat selamat darinya. Tak sedikitpun kalimat muncul dari mulutku. Bukan karena apa, tapi karena kau tak perdaya tuk menguasai hatiku yang terus menggebu. 
“Oiya.....ini aku juga mau kasih undangan ( sambil menyerahkan selembar undangan) datang ya......” Aku hanya bisa menyambut nya dengan senyuman lagi. Kali ini dengan perasaan berbeda. Hatiku hancur, lebur, setelah memendam perasaan lama, yang tak akan terungkap. Dan tak akan pernah terbalas. Dan hanya menjadi rahasiaku dengan Alloh. Tak kuasa menahan tangisku, kini bukan karna aku mencintainya, tapi karena hancur hatiku tak kuasa mengendalikan perasaan ini, tiba-tiba sahabat dekatku menghampiriku. Dia tidak tahu bahwa aku selama ini memendam perasaan ini. Karena aku yang selalu merahasiakan perasaanku. Dan aku tidak pernah menunjukkan ketertarikan dengan lawan jenis secara blak-blakkan. Karena aku malu, terlebih aku tahu bahwa semua itu ada waktu dan saatnya. 
 “Ada apa sarah....? kenapa kamu menangis??” 
“Tidak ada apa-apa kok?” Semenjak hari itu, aku tak bisa dengan mudahnya melupakan perasaan yang aku pendam selama bertahun-tahun dan aku tak bisa begitu saja melupakan dia yang aku harapkan akan menjadi pendamping hidupku kelak. Deraian air mata tak kuasa kutahan ketika aku menghadiri walimatul ‘ursy Ayas. Melihatnya bersanding dengan seorang wanita yang cantik parasnya dan lugu wajahnya. Dan dia adalah teman yang bersamaku mengikuti lomba novel tahun lalu. Dan dia pemenangnya, Latifah nur hasannah. Tak dapat kupungkiri lagi, dan tak bisa kubiarkan begitu saja hatiku terus meritih... benar terasa sakit. Tapi tidak ada gunanya berlarut-larut dalam kesedihan. Toh semuanya sudah memiliki skenario dari Ilahi, terlebih jodoh...yang jelas-jelas sudah tertulis dalam “Lauh Mahfudz” 
“Akhi, selamat ya.........”(hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan kepadanya) Bergegas aku kembali dan meneruskan kehidupanku. Aku juga menyadari, sebesar apapun tangisanku, itu tidak akan bisa merubah keadaan, karena “dia” telah menjadi milik Ifah. 
 *** 
“Saya terima nikah dan kawinnya, Sarah Qoirunnisa binti Muhammmad Abdullah dengan mas kawin uang senilai 30.032.011 dibayar tunai” 
 “Saksi sah ???” 
“Sah...” 
“Sah...” 
Alhamdulillah .. sekarang aku juga telah menjadi milik orang lain. Aku dinikahi oleh seorang ikhwan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, sekaligus tak pernah aku bertegur sapa dengannya, walaupun pernah sekali berjumpa. Kami bertemu dalam proses ta’aruf islami. Namanya Hanif Syafani. 
Usai aku menghadiri walimatul ‘ursy Ayas, aku bertemu Hanif. Pertemuan kami tidak disengaja, ketika pulang aku menemukan sebuah dompet kulit berwarna hitam. Membukanya pun aku tak berani hingga dia datang dan menanyakan padaku tentang dompetnya. Lalu aku tunjukkan, dan itulah pertemuan pertama kami. Selang beberapa bulan, temanku, Rania. Menawarkan kepadaku tentang pernikahan, berhubung umurku yang tak muda lagi, tawaran itu aku pertimbangkan. Temanku mengajukan biodata dan fotoku kepada seorang ustadzah. Tak kusangka, selang beberapa hari temanku kembali kepadaku dan membawa sebuah biodata tapi tanpa foto seorang ikhwan. 
Haruskah sebegitu cepatnya. Setelah kulaksanakan sholat istikharah, jawabannya pun juga begitu cepat, aku bermimpi bertemu seorang pria yang kehilangan dompet di walimahan Ayas. Paginya aku mengiyakan untuk ta’aruf dengan ikhwan itu. Hari yang seperti biasanya, tak ada perasaan isimewa. Dengan niat menjalankan sunnah rasul. Bersama Rania kami berangkat menuju rumah ustadzah Sahira, tempat ta’aruf kami. 
Ustadzah Sahira itu sekaligus adik ipar Abi. Nothing special, penasaranpun tidak, pada saat itu yang ada dibenakku adalah bagaimanapun keadaannya selama dia dapat mengabulkan dua syarat dariku. Yang pertama, adalah tidak pernah poligami selama aku mampu memberinya nafkah batin kepadanya. Yang selanjutnya, harus saling pengertian dengan ramah meluruskan tulang rusuk yang bengkok sehingga tidak sediktpun mematahkannya. 
 Cukup ringkas dan insyaAlloh tidak memberatkan salah satu pihak. Selang beberapa menit, ustadz Mustofa datang bersama ikhwan itu. Ustadz Mustofa adalah suami ustadzah Sahira, sekaligus adik Abi. Surprised, siapa yang datang bersama ustadz Mustofa? Hhmm .. seorang ikhwan yang kehilangan dompet. Ketika melihatnya, tiba-tiba jantungku berdebar kencang. 
Huuuuuhhhh .. Rahasia itu berada dalam rahasia. 
Dan percakapanpun berlangusung diantara kami. 
Hanif Syafani, sekarang dia telah menjadi pangeranku. 
Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya. (HR. Bukhari)
Sesungguhnya ketika kita mencintai orang lain, pada saat itu pula kita tidak harus memilikinya. Karena hakikatnya cinta adalah melihat orang yang kita cintai merasakan bahagia.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan (QS. Ar Rahman (55) :16)
***
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah (2) : 216)