PENDAHULUAN
Umat Islam merupakan umat terbesar dan tersebar di seluruh dunia.
Dalam perkembangannya, umat Islam mengalami beberapa perkembangan peradaban.
Sejak dari periode Rasululloh SAW. di Makkah hingga zaman modern saat ini.
Dalam setiap fase memiliki cerita yang berbeda yang saling memberikan sumbangan
bagi meluasnya Islam di seluruh dunia.
Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah tidak lepas dari Muawiyah
Ibn Abi Sufyan. Peradaban pada masa ini,
banyak sejarahwan yang menyebutkan bahwa Dinasti Umayyah dibagi menjadi dua,
yaitu Dinasti Umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat
di Damaskus (Siria) dan Dinasti Umayyah yang berada di Andalusia (Siberia).
Sebelum Islam masuk ke Spanyol, sekitar abad ke-5 M, bangsa Jerman
mendatangi Semenanjung Iberia. Theodoric, Raja Ostogoth mendirikan istananya di
Toledo sekitar tahun 513 M. Kemudian pada tahun 569 M, Leovigildo, seorang raja
Visigoth Spanyol, menjadikan Toledo sebagai ibukota kerajaan Visigoth Spanyol.
Sejak itulah, Toledo mengalami kejayaan yang pertama. Pada tahun 689 M, Raja
Recaredo menjadikan Katholik sebagai agama resmi di Spanyol.
Pada awal abad ke-8 M, para pendatang baru berdatangan ke daratan
Eropa (Spanyol). Pendatang baru tersebut adalah bangsa Arab yang membawa agam
Islam. Sejak ekspansi Bani Umayyah Spanyol pada tahun 711 M yang dipimpin oleh
Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi wilayah bagian kekuasaan Islam (Ira M.
Lapidus, 1993: 3790). Umat Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, yaitu
dari tahun 711-1492 M.[1]
PEMBAHASAN
A.
Muawiyah
pendiri dinasti Umayyah
Sepeninggal Ali Bin Abi Thalib,
Gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaanya
merupakan kedaulatan Bani Umayyah. Muawiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah
pembangun dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.[2]
Pada umumnya
sejarahwan memandang negatif terhadap Muawiyah. Keberhasilannya dalam perang Siffin
yang didapatkannya melalui arbitrase yang curang. Lebih dari itu Muawiyah juga
dianggap sebagai pengkhianat serta mengubah sistem pemilihan raja dari seorang
yang dipilih rakyat menjadi diwariskan secara turun-menurun. Namun, dibalik itu
semua sebenarnya Muawiyah adalah seseorang yang memiliki sifat-sifat penguasa,
politikus, dan administrator.
Muawiyah pernah
menjadi salah seorang pemimpin pasukan dibawah komando Panglima Besar Abu
Ubaidah ibn Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir
dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai daerah itu sejak 63 SM, lalu
menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan
di Damaskus selama kira-kira 20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah Umar.
Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amir al-Bahr” (Prince of the
Sea) yang memimpin armada besar dalam penyerbuan ke Konstantinopel,
walaupun gagal.[3]
Keberhasilan
Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah karena hal-hal berikut:
Pertama adalah
dukungan kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri.
Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai ketentaraan yang
kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
Kedua, sebagai
seorang administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya
pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus,
yaitu ‘Amr Bin As, Mugirah ibn Syu’ban, dan Ziyad ibn Abihi. Ketiga pembantunya
dan Muawiyah adalah empat politikus sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab.[4]
Ketiga, Muawiyah
memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat
“hilm” sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah zaman dahulu.[5]
Situasi ketika
Muawiyah naik ke kursi khalifahan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak
dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah
persatuan umat. Persekutuan yang dijalin secara efektif melalui dasar keagamaan
sejak khalifah Abu Bakar dirusak oleh pembunuhan khalifah Ustman bin Affan dan perang saudara sesama muslim di
masa pemerintahan Ali.[6]
B.
Kejayaan
dinasti Umayyah
1.
Ekspansi
Masa pemerintahan dinasti Umayyah terkenal sebagai suatu era
agresif, dimana perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan
penakhlukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafaur Rasyidin terakhir. Hanya
dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin
beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam yang meliputi tanah Spanyol,
seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriah, Palestina, sebagian daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.[7]
Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam
perluasan wilayah. Peristiwa yang paling mencolok ialah keberaniannya mengepung
kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatkan di kota pelabuhan
Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di Laut Tengah seperti
Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia, dan sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh
dari ibu kota Romawi Timur itu. Di belahan timur, Muawiyah berhasil menakhlukan
Khurrasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan.
Ekspansi ke timur yang telah dirintis oleh Muawiyah, lalu
disempurnakan oleh Khalifah Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak Hajjaj
ibn Yusuf, tentara kaum muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Pasukan Islam juga melalui
Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan Punjab sampai ke Multan. Islam
menancapkan kakinya untuk pertama kalinya di bumi India.[8]
Kemudian tiba masa kekuasaan al-Walid 1 yang disebut-sebut sebagai
“masa kemenangan yang luas”. Pengepungan yang gagal atas kota Konstantinopel di
zaman Muawiyah, dihidupkan kembali dengan memberikan pukulan-pukulan yang cukup
kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibu kota Romawi tetap saja belum
berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil menggeser tapal batas
pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasai basis-basis militer
Kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriyah.[9]
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh al-Walid 1 ialah di front
Afrika Utara dan sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian utara
diduduki, pasukan Muslim dibawah pimpinan Tariq ibn Ziyad menyeberangi Selat
Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibu kotanya, Cordova, segera dapat direbut,
menyusul kemudian kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Gubernur
Musa ibn Nusair kemudian menyempurnakan penaklukan atas tanah Eropa ini dengan
menyisir kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Perancis.[10]
Pada zaman Umar bin Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis yang dipimpin
oleh Abd Ar-Rahman Ibn Abdullah Al-Gafiqi. Di Perancis, umat Islam berhasil
menundukkan Bordeau dan Poitierss, kemudian serangan dilanjutkan untuk
menundukkan kota Tours. Namun, Al-Gafiqi mati terbunuh, akhirnya tentara Islam
mundur dan kembali ke Spanyol.[11]
Uqbah bin Nafi berhasil menaklukkan Sirt dan Mogadishu, Tharablis,
dan menaklukkan kembali kota Qaryawan dibangun pada tahun 50 H/670 M. Ia juga
berhasil menaklukkan wilayah di Sudan dan penaklukan ini sampai ke wilayah
Maghrib Tengah (Aljazair).
Pada tahun 43 H/663 M., mereka mampu menaklukkan Sajistan dan
sebagian wilayah Thakharistan pada tahun 44 H/665 M. Mereka sampai ke wilayah
Quhistan. Pada tahun 44 H/664 M, Abdullah bin Ziyad tiba di Pegunungan Bukhari.
Pada tahun44 H./664 M, kaum muslimin meyerang wilayah Sindh dan India. Penduduk
di tempat itu selalu melakukan pemberontakan sehingga membuat kawasan itu tidak
selamanya stabil, kecuali pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.[12]
2.
Bidang
politik
Disamping keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun
sosial kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata
pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan
wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat
Majelis Penasehat sebagai pendamping, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh
beberapa orang “al-Kuttab” (secretaries) untuk membantu pelaksanaan
tugas yang meliputi:[13]
1.
Katib
ar-Rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat
menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
2.
Katib
al-Kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
3.
Katib
al-Jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
4.
Katib
al-Syurtah: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan
ketertiban umum.
5.
Katib
al-Qudat: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.
3.
Bidang
sosial budaya
Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadinya
kontak antara bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang
terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa dan
sebagainya. Hubungan itu lalu melahirkan kreativitas baru yang menakjubkan di
bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di lapangan seni, terutama seni bangun
(arsitektur), Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang adi luhung, seperti
Dome of the Rock (Qubah as-Sakhra) di Yerusalem menjadi monumen terbaik hingga
kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap seni sastra juga
meningkat di zaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti
al-Ahtal, Farazdaq, Jurair dan lain-lain.[14]
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tenpat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga
berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd al-Malik mengubah
mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai
Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil menaklukkan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd
al-Malik diikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd al-Malik seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun
panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang
humanis ini digaji oleh negara secara tetap.[15]Dia
juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang
megah.[16]
Menurut salah satu riwayat ulama pertama yang memberikan garis dan
titik pada huruf-huruf al-Qur’an adalah Hasan al-Bashri atas perintah Abd
al-Malik Ibn Marwan menginstruksikan kepada Al-Hajjaj untuk menyempurnakan
tulisan al-Qur’an, Al-Hajjaj meminta bantuan Hasan Al-Bashri untuk
menyempurnakannya, dan Hasan Al-Bashri dibantu oleh Yahya Ibn Ya’mura (murid
Abu al-Aswad ad-Duwali). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa yang pertama
membuat baris dan titik pada huruf-huruf al-Qur’an adalan Abu al-Aswad ad-Duwali.[17]
Selain penyempurnaan tulisan dalam al-Qur’an, Bani Umayyah juga
termasuk masa dimana terjadinya pentadwinan hadits. Umar Ibn Abd al-Aziz adalah
khalifah yang mempelopori penulisan (tadwin) hadits. Beliau memerintahkan
kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm, gubernur Madinah, untuk
menuliskan hadits.
C.
Kehancuran
Bani Umayyah
Kejayaan yang diraih Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan
kehancuran Bani Umayyah, hal-hal yang
menyebabkan kehancuran antara lain:
1.
Pertentangan
keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan
(Himariyah) yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umayyah persaingan antar etnis
itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cenderung kepada satu pihak dan
menafikan lainnya.[18]
2.
Ketidakpuasan
sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka merupakan pendatang baru dari kalangan
bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarkan
inferioritas ditengah-tengah kengakuhan orang-orang Arab yang mendapat
fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya
peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang
jauh di atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan
kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan yang
dibayarkan kepada orang Arab.[19]
3.
Latar
belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari
konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi
gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan
Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan
Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat
menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam
memimpin umat.[20]
D.
Masuknya
Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715),
salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah.[21]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka
adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat
disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di
antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang
di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian.[22]
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang
dan kembali ke Afrika Utara membawa rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Vistgothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang
besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad.[23]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol,
karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian
lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi
selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama
Gibralta (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu
secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran suatu tempat yang bernama
Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Selanjutnya, Thariq dan Musa berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari
Saragosa sampai Navarre.
Pada tahun 99 H/ 717 M, masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil
Aziz muncul kembali perluasan wilayah dengan sasaran sekitar pegunungan Pyrenia
dan Perancis Selatan, yang dipimpin oleh Al-Salmah. Namun, usahanya gagal dan
ia terbunuh pada tahun 102 H. Pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-Rahman
ibn Abdullah Al-Ghafiqi, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan ia juga mencoba
menyerang kota Tours. Penyerangan di antara kota Poiters dan Tours ia ditahan
oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang
dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti
ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di
Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian
Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah.[24]
Selain hal tersebut, ada faktor internal yang mendukung penaklukan
Spanyol. Kondisi pemimpin yang berasal dari tokoh-tokoh yang kuat dan tentara
yang memiliki kekompakan, rasa persatuan, dan rasa percaya diri. Pemimpin dan
tentara yang sangat berani, cakap, serta tabah menghadapi setiap persoalan.
Yang terpenting adalah realisasi ajaran Islam yang ditunjukkan tentara Islam
berupa sikap toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Dan hal itulah yang
menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.
E.
Perkembangan
Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga
jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat
besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yag
dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:[25]
1.
Periode
Pertama (711-755)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali
yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun luar. Gangguan
dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama
akibat perbedaan etnis dan golongan. Sedangkan gangguan dari luar datang dari
sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.[26]
2.
Periode
Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (penglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada
pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Pada
periode ini, umat islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang peradaban.[27]
3.
Periode
Ketiga (912-1013 M)
Pada periode
ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan
daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas
Cordova. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat. Awal dari kehancuran Khalifah
Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas
tahun. Oleh karena iu, kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat.[28]
4.
Periode
Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh
negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif,
yang berpusat disuatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya.
Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat
islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak
yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama
kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan.[29]
5.
Perode
Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam
beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan
dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti
Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf
ibn Tasyrif di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah
kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan”
penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan
mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen.
Pada masa ini Saragossa jatuh ke tangan kristen, tepatnya 1118 M.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di
Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart.
Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan.
Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah
itu, Muwahhiddun mengalami kekalahan dan menyebabkan penguasanya memilih untuk
meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova
jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh
Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[30]
6.
Periode
Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah
dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban mengalami kemajuan, akan tetapi
secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam
yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan
orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.[31]
F.
Kemajuan
peradaban
Kekuasaan
Islam di Spanyol membawa banyak pengaruh di Eropa dan selanjutnya dunia.
1.
Kemajuan
Intelektual
Masyarakat Spanyol adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang
Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara),
al-Shaqolibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi
tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara
bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus
yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[32]
a.
Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan
pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad
ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[33]
Atas inisiatif Al-Hakam, karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dati timur
dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitasnya
mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
Al-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajjah. Dan Abu Bakr ibn Thufail.[34]
b.
Sains
Abbas ibn Farnas termasyur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang yang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[35]
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong modern yang menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan.[36]
c.
Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzab
Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa
Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Baki
ibn Al-Quthiyah, Munzir, Ibn Sa’id Al-Batuthi, dan Ibn Hazim yang terkenal.[37]
d.
Musik
dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai
kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap
kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya. Ia terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu
diturunkan kepada anak-anaknya, dan juga kepada budak-budak, sehingga
kemasyhurannya tersebar luas.[38]
e.
Bahasa
dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam
di Spanyol. Penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga
banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara
maupun tata bahasa. Mereka itu diantaranya Ibn Sayyidih, Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali
Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi. Seiring dengan
kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih.[39]
2.
Kemegahan
Pembangunan fisik
Dalam pembangunan fisik umat Islam Spanyol telah membuat
bangunan-bangunan fasilitas, seperti perpustakaan yang jumlahnya sangat banyak,
gedung pertanian, jembatan-jembatan air, irigasi, roda air, dan lain-lain. Di
samping itu, istana-istana, masjid yang besar-besar dan megah serta tempat
pemandian dan taman-taman yang kesemuanya dipersatukan dalam kota yang ditata
dengan teratur.[40]
Pembangunan fisik diutamakan pada pembangunan gedung-gedung seperti
pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman.
a.
Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian
diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun dan
diperindah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir ditengah kota.
Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan
bunga-bunga didimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang
megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi
nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova.
Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 masjid disana. Disamping itu, ciri khusus
kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di cordova saja terdapat
sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang
indah. Karena air sungai tidak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan
saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 kilometer.
b.
Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di
sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova
diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol.
Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra
yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyo
Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.[41]
Kemajuan fisik yang lainnya yaitu istana al-Zhara, istana al-Gazar,
menara Girilda, dan lain sebagainya.
3.
Faktor-faktor
pendukung kemajuan
a.
Penguasa
yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan Umat Islam, seperti Abd
Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Ar-Rahman Al-Wasith, dan Abd Al-Rahman Al-Nashir.
b.
Toleransi
beragama ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi.
c.
Meskipun
umat Islam terpecah menjadi beberapa kesatuan politik, tetapi masih ada
kesatuan budaya.
d.
Perpecahan
politik pada masa Muluk Al-Tahwa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu bahkan menjadi puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian,
dan kebudayaan Spanyol.[42]
4.
Penyebab
kemunduran dan kehancuran
a.
Konflik
Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna.
Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan
kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka.
Namun kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol
kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti
dari pertentangan antara Islam dan Kristen.
b.
Tidak
Adanya Ideologi Pemersatu
Di Spanyol sebagaimana politik yang di jalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan
merusak perdamaian. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat
memberi makna persatuan.
c.
Kesulitan
Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina
perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan
mempengaruhi konidisi politik dan militer.
d.
Tidak
Jelasnya Sistem Peralihan Kekusaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris.
Bahkan karena hal ini kekuasaan Bani Umayyah runtuh. Granada yang merupakan
pusat kekuasan islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan
Isabella.
e.
Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia
selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara.
Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan
Kristen di sana.[43]
f.
Munculnya
Khalifah-Khalifah yang Lemah
Pada masa Abd Rahman III dan putranya Hakam, keadaan politik dan
ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan. Keadaan negara yang stabil
dan penuh kemajuan ini tidak dapat bertahan lagi setelah Hakam II wafat dan
digantikan Hisyam II yang berusia 11 tahun.
g.
Munculnya Muluk Ath-Thawaif
Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil), secara politis
telah menjadi indikasi akan kemunduran Islam
di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi
dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi penguasa
provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti menggerakan segala daya upaya termasuk meminta bantuan
orang-orang Kristen.[44]
G.
Pengaruh
peradaban Spanyol Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling
utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik,
sosial maupun perekonomian, dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa
menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh
meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran
dan sains di samping bangunan fisik.[45]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk
didalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen
Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti
Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan-ilmuan Muslim. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman
pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas itu
ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam diajarkan, seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikir filsafat yang paling banyak
dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.[46]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas
Eropa yang sudah berlangsung sejak abas ke-132 M itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14
M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
ke dalam bahasa Latin.[47]
PENUTUP
Dinasti Umayyah mengalami beberapa kemajuan-kemajuan. Antara lain
dalam hal ekspansi, ekspansi yang digencarkan Dinasti Umayyah dengan khalifah
pada masanya dapat menguasai empat penjuru mata angin dalam waktu 90 tahun.
Termasuk penaklukan Konstantinopel dibawah Muawiyah yang belum berhasil dan
diteruskan pada masa kekuasaan al-Walid 1.
Selain dalam hal ekspansi, Dinasti Umayyah juga mrngalami beberapa
kemajuan dalam bidang politik seperti pengangkatan secretaris, dalam hal
sosial budaya seperti jaringan luas yang di bangun Dinasti Umayyah dengan
beberapa negeri seperti Mesir, Persia, Eropa, dan sebagainya yang melahirkan
kemajuan dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Islam di Andalusia juga memberikan kita beberapa pembelajaran.
Kemajuan-kemajuan dalam beberapa bidang seperti kemajuan intelektual dalam hal
filsafat, sains, fiqih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra, serta kemegahan
bangunan fisik pada masa itu.
Kekuasaan Islam di Spanyol yang hampir 8 abad itu tentu saja
didukung beberapa faktor antara lain pemimpin yang kuat dan berwibawa,
toleransi agama yang ditegakkan, kesatuan budaya, dan lain sebagainya.
Hal tersebut menjadikan Spanyol sebagai tempat menyerap peradaban
Islam yang utama pada masa kekuasaan Islam yang meniggalkan juah negara-negara
tetangganya pada masa itu. Terutama pemikiran dalam bidang sains dan filsafat
di samping pembangunan fisik. Dan kemajuan ilmu pengetahun tersebut menimbulkan
kembali gerakan kebangkitan Yunani yang mulai mengembangkan pemikirannya
melalui buku-buku terjemahan Arab diterjemahkan kembali kedalam bahasa Latin.
DAFTAR PUSTAKA
Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Dr. Ali Mufrodi, 1997. Islam di kawasan kebudayaan Arab. Jakarta:
Logos.
Dr. Badri Yatim, M. A., 2006. Sejarah Pendidikan Islam.
Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
[1] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm.
117
[2] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.
Ke-1, hlm. 69
[3] Ibid., hlm. 70
[4] Watt, Kejayaan
Islam, op. Cit., hal. 19 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan
kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 70
[5] Ibid., hal 18
dan Shaban, Sejarah Islam, op cit., hl. 113 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam
di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 71
[6] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet
ke-1, hlm. 71
[7] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.
Ke-1, hlm. 80
[8] Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Ul Press,
Jakarta, 1979, hlm. 62 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan
kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 81
[9] Ibn Atsir,
al-Kamil Fi at-Tarikh, jilid IV, op, cit, hlm. 110 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam
di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 82
[10]Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.
Ke-1, hlm. 82
[11] Dedi
Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm.
107
[12] Ahmad
Al-Usayri, op. Cit., hlm. 188 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan
Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 106
[13] Joesoef
Soe’yb, Sejarah Daulah Umayyah I, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 234 dalam
buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos,
1997), cet. Ke-1, hlm. 82
[14] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.
Ke-1, hlm. 83
[15] A. Syalabi,
op. Cit., 2, hlm. 90-91 buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan
Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 45
[16]Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 45
[17] Dedi
Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm. 108
[18] Mahmudunnasir,
Islam, op. Cit., hlm. 68-69 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan
kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 83
[19] Watt, op.
Cit., hlm. 28 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab,
(Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 84
[20] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet.
Ke-1, hlm.84
[21] A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983, cetakan
pertama) dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87-88
[22] Ibid., hlm. 89
[23] Philip K.
Hitti, History of the Arabs, (London: Macmillan Press, 1970), hlm. 493 dalam
buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), hlm. 87-88
[24] Harun
Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI
Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 62 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah
Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 90
[25] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 93
[26] Ibid, hlm. 94
[27] Ibid, hlm. 95
[28] Ibid, hlm. 97
[29] Ibid, hlm.
97-98
[30] Ibid, hlm.
98-99
[31] Ibid, hlm. 99
[32] Luthfi Abd
Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah
Al-Mishriyah, 1969), hlm. 38 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah
Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 101
[33] Majid Fakhri, Sejarah
Filsafat Islam. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm. 357 dalam buku Dr.
Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 101
[34] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 101
[35] Ahmad Syalabi,
op. Cit., hlm. 86 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan
Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 102
[36] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 102
[37] Ibid, hlm. 103
[38] Ahmad Syalabi,
op. Cit., hlm. 88 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung: PT Raja Grafindo Persada 2006), hlm. 103
[39] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 103
[40] Abd Rachman,
op. Cit, hlm. 113 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 123
[41] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 105
[42] Ibid, hlm.
105-106
[43] Ibid, hlm.
107-108
[44] Ahmad Syalabi,
1974, op. Cit. Hlm. 67 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.125
[45] Philip K.
Hitti, op. Cit., hlm 526-530 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah
Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 109
[46] Zainal Abidin
Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hlm.
148-149 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam,
(Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 110
[47] Dr. Badri
Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 110
ths, bacaan yang bagus, jangan lupa kunjungi asepjayadi.blogspot.com
BalasHapusBetway Casino Site Review
BalasHapusBetway Casino Site Review. Betway is one of the top online sportsbooks in India and it is one of the luckyclub top online bookmakers in India. The site has a huge variety of