Kamis, 14 Juni 2012

Sejarah Peradaban Islam


PENDAHULUAN

Umat Islam merupakan umat terbesar dan tersebar di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, umat Islam mengalami beberapa perkembangan peradaban. Sejak dari periode Rasululloh SAW. di Makkah hingga zaman modern saat ini. Dalam setiap fase memiliki cerita yang berbeda yang saling memberikan sumbangan bagi meluasnya Islam di seluruh dunia.
Peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah tidak lepas dari Muawiyah Ibn  Abi Sufyan. Peradaban pada masa ini, banyak sejarahwan yang menyebutkan bahwa Dinasti Umayyah dibagi menjadi dua, yaitu Dinasti Umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria) dan Dinasti Umayyah yang berada di Andalusia (Siberia).
Sebelum Islam masuk ke Spanyol, sekitar abad ke-5 M, bangsa Jerman mendatangi Semenanjung Iberia. Theodoric, Raja Ostogoth mendirikan istananya di Toledo sekitar tahun 513 M. Kemudian pada tahun 569 M, Leovigildo, seorang raja Visigoth Spanyol, menjadikan Toledo sebagai ibukota kerajaan Visigoth Spanyol. Sejak itulah, Toledo mengalami kejayaan yang pertama. Pada tahun 689 M, Raja Recaredo menjadikan Katholik sebagai agama resmi di Spanyol.
Pada awal abad ke-8 M, para pendatang baru berdatangan ke daratan Eropa (Spanyol). Pendatang baru tersebut adalah bangsa Arab yang membawa agam Islam. Sejak ekspansi Bani Umayyah Spanyol pada tahun 711 M yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi wilayah bagian kekuasaan Islam (Ira M. Lapidus, 1993: 3790). Umat Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, yaitu dari tahun 711-1492 M.[1]


PEMBAHASAN

A.    Muawiyah pendiri dinasti Umayyah
Sepeninggal Ali Bin Abi Thalib, Gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaanya merupakan kedaulatan Bani Umayyah. Muawiyah ibn Abu Sufyan ibn Harb adalah pembangun dinasti Umayyah dan sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.[2]
Pada umumnya sejarahwan memandang negatif terhadap Muawiyah. Keberhasilannya dalam perang Siffin yang didapatkannya melalui arbitrase yang curang. Lebih dari itu Muawiyah juga dianggap sebagai pengkhianat serta mengubah sistem pemilihan raja dari seorang yang dipilih rakyat menjadi diwariskan secara turun-menurun. Namun, dibalik itu semua sebenarnya Muawiyah adalah seseorang yang memiliki sifat-sifat penguasa, politikus, dan administrator.
Muawiyah pernah menjadi salah seorang pemimpin pasukan dibawah komando Panglima Besar Abu Ubaidah ibn Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai daerah itu sejak 63 SM, lalu menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amir al-Bahr” (Prince of the Sea) yang memimpin armada besar dalam penyerbuan ke Konstantinopel, walaupun gagal.[3]
Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah karena hal-hal berikut:
Pertama adalah dukungan kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai ketentaraan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan Romawi.
Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu ‘Amr Bin As, Mugirah ibn Syu’ban, dan Ziyad ibn Abihi. Ketiga pembantunya dan Muawiyah adalah empat politikus sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab.[4]
Ketiga, Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm” sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Makkah zaman dahulu.[5]
Situasi ketika Muawiyah naik ke kursi khalifahan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan umat. Persekutuan yang dijalin secara efektif melalui dasar keagamaan sejak khalifah Abu Bakar dirusak oleh pembunuhan khalifah Ustman bin  Affan dan perang saudara sesama muslim di masa pemerintahan Ali.[6]
B.     Kejayaan dinasti Umayyah
1.      Ekspansi
Masa pemerintahan dinasti Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu kepada usaha perluasan wilayah dan penakhlukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafaur Rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Suriah, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan yang termasuk Sovyet Rusia.[7]
Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam perluasan wilayah. Peristiwa yang paling mencolok ialah keberaniannya mengepung kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatkan di kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia, dan sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari ibu kota Romawi Timur itu. Di belahan timur, Muawiyah berhasil menakhlukan Khurrasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan.
Ekspansi ke timur yang telah dirintis oleh Muawiyah, lalu disempurnakan oleh Khalifah Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak Hajjaj ibn Yusuf, tentara kaum muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Pasukan Islam juga melalui Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan Punjab sampai ke Multan. Islam menancapkan kakinya untuk pertama kalinya di bumi India.[8]
Kemudian tiba masa kekuasaan al-Walid 1 yang disebut-sebut sebagai “masa kemenangan yang luas”. Pengepungan yang gagal atas kota Konstantinopel di zaman Muawiyah, dihidupkan kembali dengan memberikan pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibu kota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil menggeser tapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasai basis-basis militer Kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriyah.[9]
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh al-Walid 1 ialah di front Afrika Utara dan sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian utara diduduki, pasukan Muslim dibawah pimpinan Tariq ibn Ziyad menyeberangi Selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibu kotanya, Cordova, segera dapat direbut, menyusul kemudian kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Gubernur Musa ibn Nusair kemudian menyempurnakan penaklukan atas tanah Eropa ini dengan menyisir kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Perancis.[10] Pada zaman Umar bin Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis yang dipimpin oleh Abd Ar-Rahman Ibn Abdullah Al-Gafiqi. Di Perancis, umat Islam berhasil menundukkan Bordeau dan Poitierss, kemudian serangan dilanjutkan untuk menundukkan kota Tours. Namun, Al-Gafiqi mati terbunuh, akhirnya tentara Islam mundur dan kembali ke Spanyol.[11]
Uqbah bin Nafi berhasil menaklukkan Sirt dan Mogadishu, Tharablis, dan menaklukkan kembali kota Qaryawan dibangun pada tahun 50 H/670 M. Ia juga berhasil menaklukkan wilayah di Sudan dan penaklukan ini sampai ke wilayah Maghrib Tengah (Aljazair).
Pada tahun 43 H/663 M., mereka mampu menaklukkan Sajistan dan sebagian wilayah Thakharistan pada tahun 44 H/665 M. Mereka sampai ke wilayah Quhistan. Pada tahun 44 H/664 M, Abdullah bin Ziyad tiba di Pegunungan Bukhari. Pada tahun44 H./664 M, kaum muslimin meyerang wilayah Sindh dan India. Penduduk di tempat itu selalu melakukan pemberontakan sehingga membuat kawasan itu tidak selamanya stabil, kecuali pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.[12]
2.      Bidang politik
Disamping keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasehat sebagai pendamping, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang “al-Kuttab” (secretaries) untuk membantu pelaksanaan tugas yang meliputi:[13]
1.      Katib ar-Rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
2.      Katib al-Kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3.      Katib al-Jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4.      Katib al-Syurtah: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5.      Katib al-Qudat: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
3.      Bidang sosial budaya
Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antara bangsa-bangsa Muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya. Hubungan itu lalu melahirkan kreativitas baru yang menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di lapangan seni, terutama seni bangun (arsitektur), Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang adi luhung, seperti Dome of the Rock (Qubah as-Sakhra) di Yerusalem menjadi monumen terbaik hingga kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap seni sastra juga meningkat di zaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti al-Ahtal, Farazdaq, Jurair dan lain-lain.[14]
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tenpat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil menaklukkan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd al-Malik seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap.[15]Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.[16]
Menurut salah satu riwayat ulama pertama yang memberikan garis dan titik pada huruf-huruf al-Qur’an adalah Hasan al-Bashri atas perintah Abd al-Malik Ibn Marwan menginstruksikan kepada Al-Hajjaj untuk menyempurnakan tulisan al-Qur’an, Al-Hajjaj meminta bantuan Hasan Al-Bashri untuk menyempurnakannya, dan Hasan Al-Bashri dibantu oleh Yahya Ibn Ya’mura (murid Abu al-Aswad ad-Duwali). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa yang pertama membuat baris dan titik pada huruf-huruf al-Qur’an adalan Abu al-Aswad ad-Duwali.[17]
Selain penyempurnaan tulisan dalam al-Qur’an, Bani Umayyah juga termasuk masa dimana terjadinya pentadwinan hadits. Umar Ibn Abd al-Aziz adalah khalifah yang mempelopori penulisan (tadwin) hadits. Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm, gubernur Madinah, untuk menuliskan hadits.
C.     Kehancuran Bani Umayyah
Kejayaan yang diraih Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancuran  Bani Umayyah, hal-hal yang menyebabkan kehancuran antara lain:
1.      Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan (Himariyah) yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cenderung kepada satu pihak dan menafikan lainnya.[18]
2.      Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarkan inferioritas ditengah-tengah kengakuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.[19]
3.      Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah  dalam memimpin umat.[20]
D.    Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715), salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah.[21]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.[22] Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Vistgothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[23]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibralta (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Selanjutnya, Thariq dan Musa berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Pada tahun 99 H/ 717 M, masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz muncul kembali perluasan wilayah dengan sasaran sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan, yang dipimpin oleh Al-Salmah. Namun, usahanya gagal dan ia terbunuh pada tahun 102 H. Pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan ia juga mencoba menyerang kota Tours. Penyerangan di antara kota Poiters dan Tours ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah.[24]
Selain hal tersebut, ada faktor internal yang mendukung penaklukan Spanyol. Kondisi pemimpin yang berasal dari tokoh-tokoh yang kuat dan tentara yang memiliki kekompakan, rasa persatuan, dan rasa percaya diri. Pemimpin dan tentara yang sangat berani, cakap, serta tabah menghadapi setiap persoalan. Yang terpenting adalah realisasi ajaran Islam yang ditunjukkan tentara Islam berupa sikap toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Dan hal itulah yang menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.
E.     Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yag dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:[25]
1.      Periode Pertama (711-755)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Sedangkan gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.[26]
2.      Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (penglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Pada periode ini, umat islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban.[27]
3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat. Awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena iu, kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat.[28]
4.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat disuatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan.[29]
5.      Perode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyrif di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Pada masa ini Saragossa jatuh ke tangan kristen, tepatnya 1118 M.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhiddun mengalami kekalahan dan menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[30]
6.      Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban mengalami kemajuan, akan tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.[31]
F.      Kemajuan peradaban
Kekuasaan Islam di Spanyol membawa banyak pengaruh di Eropa dan selanjutnya dunia.
1.      Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqolibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[32]
a.       Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[33] Atas inisiatif Al-Hakam, karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dati timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajjah. Dan Abu Bakr ibn Thufail.[34]
b.      Sains
Abbas ibn Farnas termasyur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang yang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[35] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.[36]
c.       Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Baki ibn Al-Quthiyah, Munzir, Ibn Sa’id Al-Batuthi, dan Ibn Hazim yang terkenal.[37]
d.      Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[38]
e.       Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu diantaranya Ibn Sayyidih,  Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih.[39]
2.      Kemegahan Pembangunan fisik
Dalam pembangunan fisik umat Islam Spanyol telah membuat bangunan-bangunan fasilitas, seperti perpustakaan yang jumlahnya sangat banyak, gedung pertanian, jembatan-jembatan air, irigasi, roda air, dan lain-lain. Di samping itu, istana-istana, masjid yang besar-besar dan megah serta tempat pemandian dan taman-taman yang kesemuanya dipersatukan dalam kota yang ditata dengan teratur.[40]
Pembangunan fisik diutamakan pada pembangunan gedung-gedung seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman.
a.       Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir ditengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan bunga-bunga didimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 masjid disana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tidak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 kilometer.
b.      Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyo Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.[41]
Kemajuan fisik yang lainnya yaitu istana al-Zhara, istana al-Gazar, menara Girilda, dan lain sebagainya.
3.      Faktor-faktor pendukung kemajuan
a.       Penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan Umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Ar-Rahman Al-Wasith, dan Abd Al-Rahman Al-Nashir.
b.      Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi.
c.       Meskipun umat Islam terpecah menjadi beberapa kesatuan politik, tetapi masih ada kesatuan budaya.
d.      Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Tahwa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu bahkan menjadi puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol.[42]
4.      Penyebab kemunduran dan kehancuran
a.       Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka. Namun kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen.
b.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Di Spanyol sebagaimana politik yang di jalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan.
c.       Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi konidisi politik dan militer.
d.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekusaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan karena hal ini kekuasaan Bani Umayyah runtuh. Granada yang merupakan pusat kekuasan islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella.
e.       Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[43]
f.       Munculnya Khalifah-Khalifah yang Lemah
Pada masa Abd Rahman III dan putranya Hakam, keadaan politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan. Keadaan negara yang stabil dan penuh kemajuan ini tidak dapat bertahan lagi setelah Hakam II wafat dan digantikan Hisyam II yang berusia 11 tahun.
g.      Munculnya Muluk Ath-Thawaif
Munculnya Muluk Ath-Thawaif (dinasti-dinasti kecil), secara politis telah menjadi indikasi akan  kemunduran Islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti menggerakan segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.[44]
G.    Pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial maupun perekonomian, dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.[45]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk didalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan-ilmuan Muslim. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas itu ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikir filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.[46]
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abas ke-132 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.[47]




PENUTUP

Dinasti Umayyah mengalami beberapa kemajuan-kemajuan. Antara lain dalam hal ekspansi, ekspansi yang digencarkan Dinasti Umayyah dengan khalifah pada masanya dapat menguasai empat penjuru mata angin dalam waktu 90 tahun. Termasuk penaklukan Konstantinopel dibawah Muawiyah yang belum berhasil dan diteruskan pada masa kekuasaan al-Walid 1.
Selain dalam hal ekspansi, Dinasti Umayyah juga mrngalami beberapa kemajuan dalam bidang politik seperti pengangkatan secretaris, dalam hal sosial budaya seperti jaringan luas yang di bangun Dinasti Umayyah dengan beberapa negeri seperti Mesir, Persia, Eropa, dan sebagainya yang melahirkan kemajuan dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Islam di Andalusia juga memberikan kita beberapa pembelajaran. Kemajuan-kemajuan dalam beberapa bidang seperti kemajuan intelektual dalam hal filsafat, sains, fiqih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra, serta kemegahan bangunan fisik pada masa itu.
Kekuasaan Islam di Spanyol yang hampir 8 abad itu tentu saja didukung beberapa faktor antara lain pemimpin yang kuat dan berwibawa, toleransi agama yang ditegakkan, kesatuan budaya, dan lain sebagainya.
Hal tersebut menjadikan Spanyol sebagai tempat menyerap peradaban Islam yang utama pada masa kekuasaan Islam yang meniggalkan juah negara-negara tetangganya pada masa itu. Terutama pemikiran dalam bidang sains dan filsafat di samping pembangunan fisik. Dan kemajuan ilmu pengetahun tersebut menimbulkan kembali gerakan kebangkitan Yunani yang mulai mengembangkan pemikirannya melalui buku-buku terjemahan Arab diterjemahkan kembali kedalam bahasa Latin.

DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Dr. Ali Mufrodi, 1997. Islam di kawasan kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Dr. Badri Yatim, M. A., 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.


[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 117
[2] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 69
[3] Ibid., hlm. 70

[4] Watt, Kejayaan Islam, op. Cit., hal. 19 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 70
                                                                                                                 

[5] Ibid., hal 18 dan Shaban, Sejarah Islam, op cit., hl. 113 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 71


[6] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet ke-1, hlm. 71
[7] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 80

[8] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Ul Press, Jakarta, 1979, hlm. 62 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 81

[9] Ibn Atsir, al-Kamil Fi at-Tarikh, jilid IV, op, cit, hlm. 110 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 82

[10]Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 82

[11] Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm. 107
[12] Ahmad Al-Usayri, op. Cit., hlm. 188 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 106
[13] Joesoef Soe’yb, Sejarah Daulah Umayyah I, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 234 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 82
[14] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 83
[15] A. Syalabi, op. Cit., 2, hlm. 90-91 buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 45
[16]Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 45
[17] Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 108
[18] Mahmudunnasir, Islam, op. Cit., hlm. 68-69 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 83
[19] Watt, op. Cit., hlm. 28 dalam buku Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm. 84
[20] Dr. Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke-1, hlm.84
[21] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983, cetakan pertama) dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87-88
[22] Ibid., hlm. 89
[23] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: Macmillan Press, 1970), hlm. 493 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87-88

[24] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 62 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 90
[25] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 93
[26] Ibid, hlm. 94
[27] Ibid, hlm. 95
[28] Ibid, hlm. 97
[29] Ibid, hlm. 97-98
[30] Ibid, hlm. 98-99
[31] Ibid, hlm. 99
[32] Luthfi Abd Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1969), hlm. 38 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 101
[33] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm. 357 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 101
[34] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 101
[35] Ahmad Syalabi, op. Cit., hlm. 86 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 102
[36] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 102
[37] Ibid, hlm. 103
[38] Ahmad Syalabi, op. Cit., hlm. 88 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada 2006), hlm. 103
[39] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 103
[40] Abd Rachman, op. Cit, hlm. 113 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 123
[41] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 105
[42] Ibid, hlm. 105-106
[43] Ibid, hlm. 107-108
[44] Ahmad Syalabi, 1974, op. Cit. Hlm. 67 dalam buku Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.125
[45] Philip K. Hitti, op. Cit., hlm 526-530 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 109
[46] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hlm. 148-149 dalam buku Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 110
[47] Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 110

2 komentar:

  1. ths, bacaan yang bagus, jangan lupa kunjungi asepjayadi.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Betway Casino Site Review
    Betway Casino Site Review. Betway is one of the top online sportsbooks in India and it is one of the luckyclub top online bookmakers in India. The site has a huge variety of

    BalasHapus